Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melanjutkan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Barito Utara ke tahap pembuktian menuai sorotan tajam. Banyak pihak menganggap langkah MK ini sebagai keputusan yang mengejutkan sekaligus menimbulkan tanda tanya besar.
Sebuah unggahan di media sosial menyoroti bahwa sidang yang dijadwalkan pada Jumat, 12 September 2025 pukul 08.30 WIB itu seakan memperpanjang episode sengketa tanpa ujung. “Sungguh di luar nalar sidang MK berlanjut ke tahap pembuktian. Selalu ada kejutan dari MK, sepertinya semua sudah ada skenarionya,” tulis akun tersebut.
Pasangan calon nomor urut 1, Shalahuddin–Felix Sonadie, diketahui unggul dalam hasil resmi KPU dengan selisih suara sekitar 4% dari rivalnya Jimmy Carter–Inriaty Karawaheni. Bagi sebagian masyarakat, selisih ini sudah cukup signifikan sehingga tidak lagi layak dipersoalkan di meja MK.
“Dari ini jelas terlihat bahwa keputusan bukan dari masyarakat Barito Utara yang sudah mencoblos. Kemenangan sudah 4%, bahkan UUD saja menyebut keunggulan 2% tidak boleh digugat ke MK,” tulis unggahan itu lagi.
Pernyataan tersebut mencerminkan keresahan sebagian warga yang menilai suara rakyat seolah dipinggirkan oleh proses hukum yang berbelit di MK.
Sidang pembuktian di MK sejatinya adalah ruang bagi para pihak pemohon, termohon, maupun pihak terkait untuk menghadirkan saksi dan bukti. Namun dalam kasus Barito Utara, langkah MK justru menimbulkan spekulasi liar, apakah keputusan murni demi keadilan, atau ada “skenario” tertentu di baliknya?
Kritik menguat bahwa jika MK salah membaca situasi, bukan hanya kredibilitas lembaga yang dipertaruhkan, melainkan juga stabilitas sosial di Barito Utara. Potensi aksi massa bisa saja muncul karena publik merasa suaranya tidak dihargai.
Keresahan publik yang terekam di media sosial menunjukkan jurang kepercayaan yang mulai terbuka. “Jadi apa gunanya suara masyarakat apabila semuanya keputusan tergantung di MK,” demikian salah satu kutipan yang viral.
Di titik ini, MK sedang menghadapi ujian besar: apakah ia benar-benar berdiri sebagai penjaga konstitusi yang netral dan independen, atau justru dipersepsikan sebagai lembaga yang mengabaikan suara rakyat?
Pilkada Barito Utara kini bukan sekadar soal siapa yang menang atau kalah. Lebih jauh, ini adalah soal legitimasi suara rakyat dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi. Jika MK berhasil menjaga independensinya, maka keadilan akan tegak dan rakyat akan percaya. Namun jika sebaliknya, luka politik di Barito Utara bisa berkembang menjadi krisis kepercayaan yang lebih dalam.